Minggu, 15 April 2018

DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADALAH KETUHANAN YANG MAHA ESA



WONOSARI, Dasar Negara, seperti yang tertulis di Bab XI, Pasal 29 Ayat 1 berbunyi Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Di bawah alam sadar, semalam saya Bertemu Bung Karno salah satu Proklamator Indonesia.


Saya bertanya ke Bung Karno, Paduka Tuan dijunjung sebagai Penggali Pancasila 1 Juni 1945. Guru sekolah mengajarkan kepada murid, bahwa Pancasila adalah Dasar Negara. Mengapa Pasal 29 Ayat 1, berbeda?


Bung Karno tersenyum. Dia menjawab lirih, jernih dan tegas, jangan pisahkan Ayat 1 dan Ayat 2 di Pasal yang sama. Jangan pula pisahkan dengan Pembukaan UUD 1945.


“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” tegas Paduka.


Saya tidak nyambung dengan yang beliau maksud. Saya mendesak ahli orasi itu untuk menjelaskan secara kongkrit.


“Ketuhanan Yang Maha Esa itu juga disebut  di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat,” kata Beliau menuntun saya dengan sabar.  


Ketuhanan Yang Maha Esa, lanjut penulis buku Indonesia Menggugat itu, munjukan posisi setiap manusia, tidak pandang suku, bangsa dan agama, bahwa hakekat kehadirannya adalah sebagai Abdulloh dan Kalifatulloh.


“Abdulloh merupakan posisi kebutuhan   mencari dan mengagungkan Tuhan. Kalifatulloh adalah posisi kebutuhan memelihara alam semesta agar tidak rusak seperti yang kita temui saat ini,” tandas Bung Karno.


Saya berpikir, Bung Karno sedang menyindir manusia yang saat ini banyak membuat kerusakan di bumi.


Beliau manggut-manggut kebapakan, sembari mengatakan, Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, merupakan kunci pelaksanan  fungsi manusia sebagai kalifatulloh.


Kesimpulan saya, bisa benar bisa salah, Ketuhanan Yang Maha Esa merupkan dasar sekaligus perintah untuk seluruh umat manusia agar sadar posisi.


Mengagungkan nama Tuhan (sebagai hamba) harus diimplementasikan dalam praktik kalifatulloh dengan cara melindungi bangsa dan tanah tumpah darah.


Pembukaan UUD 1945 berkait dengan Pasal 29 Ayat 1 dan 2 adalah konsep universal. Sebagian besar Pemimpin, tidak menyadari sedalam itu. Maksud saya, tidak sanggup mencari hubungan antara batang tubuh dan pembukaan.


Akibat paling fatal, rakyat setiap hari disuguhi tontonan pertikaian para pemimpin di tiga media televisi nasional. Sementara perselisihan, dan gontok-gontokan tidak bermanfaat untuk  melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah.
.
Bambang Wahyu Widayadi  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...