Dalam Nawa Cita 3, Jokowi bertekad membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nawa Cita 3
Prioritas pertama adalah
desentralisasi asimetris. Mengutip paparan M Masud Said Anggota Dewan Pakar, Pengurus Pusat Masyarakat
Ilmu Pemerintahan Indonesia,
pilihan Jokowi adalah tepat.
Tiga provinsi di Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, dan Aceh menjadi dasar pertimbangan, mengapa Indonesia menerapkan desentralisasi asimetris.
Implementasi desentralisasi asimetris merupakan jalan tengah, karena menurut M. Masud, biaya lebih murah dibanding otonomi khusus (otsus) dan otonomi daerah (otda) sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004.
Menurutnya, pelaksanaan desentralisasi asimetris bagi DI Yogyakarta,
Papua, bahkan DKI Jakarta, dan Bali bukan hanya akan mengakomodasi
keberagaman yang ada, tetapi juga memberi keleluasaan bagi propinsi tersebut untuk memperkuat jati diri dalam kerangka NKRI.
Desentralisasi asimetris,
dengan demikian nyambung dengan prioritas kedua yakni pemerataan pembagunan
antar wilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan.
Penataan daerah otonom
baru, demikian item ketiga Nawa Cita 3, seperti Kepuauan Riau misalnya, adalah pintu lain yang dibuka Jokowi untuk
mensejahterakan warga.
Tidak diragukan, ini
elemen yang terakir atau ke empat, UU Desa terimplementasikan secara nyata. Dana Desa
yang dikucurkan merangkak naik dari 20, 40 ke 60 triliun untuk 3 tahun
terakhir.
Yang sulit ditutupi,
banyak kepala desa terhantui jeruji penjara karena ceroboh dalam
pengadministrasian dana desa, sehingga Polri diminta menurunkan anggota
Babinkamtibmas untuk campur pengawasan dana desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda