GUNUNGKIDUL, – Reformasi agraria yang dilancarkan Presiden Joko Widodo sejak awal 2017 dimaknani, sekaligus diakui sebagai upaya mengurangi konflik sosial dan menurunkan kesenjangan akses Bank. Gebrakan pensertifikatan tanah belum berdampak pada naiknya tingkat ketahanan pangan.
Dalam
kesempatan membagikan 5.153 sertifikat tanah di wilayah Malang Raya, mencakup
Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu, 28/3/18, Presiden
Jokowi mengatakan, tahun 2023
mendatang, semua bidang tanah di Jawa Timur sudah bersertifikat.
“Tidak perlu
menunggu sampai selama 160 tahun mendatang,”
tegas Presiden Jokowi.
Efek
positif reformasi agraria, seperti berkali-kali dijelaskan Presiden Jokowi,
adalah untuk memerkecil ketegangan hukum di bidang pertanahan. Pengalaman
pahit, sebidang tanah bisa keluar 2 bahkan 3 sertifikat atas nama orang yang
berbeda.
Reformasi
agraria yang dilancarkan Jokowi pada masa pemerintahannya (2019), adalah untuk
keperluan menekan konflik serupa itu.
Tujuan
yang kedua, Jokowi bermaksud membuka akses jalan menuju Bank. Dengan sertifikat
tanah, rakyat kecil menjadi mimiliki
daya tawar terhadap modal untuk keperluan usaha.
Satu
yang belum dikerjakan Presiden Jokowi, pembagian sertifikat tanah belum
didorong ke arah menaiknya produksi pangan.
Konflik
hukum jelas menurun, akses bank dimungkinkan relatif lancar. Soal kemandirian
pangan? Dengan banyaknya sertifikat yang dibagikan, tidak serta-merta padi,
jagung, dan kedelai melimpah.
Rakyat
punya tanah bersertifikat, tetapi negara masih melakukan import pangan.
Penguasaan sertifikat tanah, logikanya harus berseiring degan naiknya produksi
pangan. Titik ini merupakan tugas negara yan belum tersentuh.
Bambang
Wahyu Widayadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda