Berfikir sederhna itu
sederhana. Pemimpin yang berlaga pada pesta demokrasi 2019 dan seterusnya,
adalah peristiwa alami, paralel dengan pesta kumbang dan kembang.
Kumbang butuh makanan, kembang
butuh penyerbukan. Untuk berkembang biak, keduanya pantang menyakiti. Hinggap
di mana pun, kumbang tidak pernah mematahkan ranting, mengutip siraman rohani
mendiang Zainudin MZ.
Calon Presiden, calon Wakil
Presiden, calon Legeslator di semua tingkatan, serta calon anggota DPD, butuh
kursi kekuasaan, implisit butuh penghasilan, atau apalah sebutannya oleh rakyat
pasti diberi.
Cara traksaksional yang sangat
memalukan sekaligus memilukan, tidak pernah dilakukan kumbang terhadap kembang.
Keduanya kilafah alias taat pada hukum alam.
Calon pemimpin Indonesia 2019
berkehendak melindungi segenap bangsa, tetapi emoh menyimak perilaku kumbang
dan kembang.
Dunia binatang (zoologi) dan
dunia tumbuhan (botani) adalah pergaulan
lintas bangsa. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, dan setiap hari perilaku
keduanya dipertontonkan di depan mata, tetapi manusia Indunesia sungkan memetik
pelajaran karya agung dan dahsyat dari serangga kecil bernama lebah.
Alam sekitar memberi berjuta
tanda, tetapi manusia Indonesia tetap saja tidak melihat, karena ukuran
berhasil dan tidaknya kepemimpinan diletakkan di atas sepeda motor warna kuning
yang modist, dan atau kuda pancal panggung Gagak Rimang tunggangan Haryo Penangsang.
Sebelum manusia Indonesia
memahami perilaku kumbang dan kembang, perilaku politik manusia Indonesia,
meminjam terminologi Jawa, Asu Gedhe Menang Kerahe, homo homini lopus.
Bambang Wahyu Widayadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda