Jumat, 20 April 2018

KOMUNIKASI POLITIK, MUSTI BERGURU KEPADA GUNTING DAN RAMBUT



Tradisi komunikasi politik di Indonesia tidak banyak berubah. Sejak era KH. Agus Salim hingga sekarang, pola saling menyakiti masih kental terpelihara. Pola komunikasi saling menggembirakan atau menyenangkan jarang dilakukan. Pola komunikasi gunting dan rambut langka terjadi.


Diriwayatkan, bahwa KH. Agus Salim, tokoh Saerekat Islam  berjanggut panjang (berjangut kambing) naik podium, dalam sebuah pertemuan terbuka.


Kaum pergerakan seperti Syahrir dan kawan-kawan yang berseberangan dengannya kompak memperdengarkan suara kambing dengan maksud mengolok-olok.


Syahrir menceriterakan, sekelompok besar pemuda, bersama-sama mendatangi rapat, tempat Pak Salim akan berpidato, dengan maksud mengacaukan pertemuan.

“Setiap kalimat yang diucapkan pak haji kami sambut dengan mengembik yang dilakukan bersama-sama,” tutur Syahrir kala itu.

Setelah ketiga kalinya pemuda menyahut, lanjut Syahrir, maka Pak Salim mengangkat tangannya.

“Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan agar untuk sementara mereka sekedar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Karena di dalam agama Islam kambing pun ada amanatnya, dan saya menguasai banyak bahasa,” seperti dikutip http://www.panjimas.com/inspirasi/2015/09/14/jenggot-bikin-goblok-haji-agus-salim-berjenggot-kuasai-banyak-bahasa/


Pidato selanjutnya senyap, tak satu pun suara kambing diperdengarkan ulang, karena para pengembik menyadari kekeliruannya.


Peristiwa di atas merupakan contoh riil komunikasi politik yang dalam idiomatika Jawa disebut ngethok driji landhesan dhengkul, (semua serba menyakitkan).


Pada era Presiden Joko Widodo, bahkan lebih fulgar, mulai dari sertifikat ngibul, Indonesia Bubar, sampai dengan Partai Alloh dan Partai Syetan.


Celakanya Kepala Negara tidak selihai KH Agus Salim. Balasan yang disampaikan malah lebih dari fulgar. Jokowi, tidak mampu mengambil pelajaran dari komunikasi Gunting dan Rambut.


Gunting yang tajamnya pitung penyukur, mampu memotong rambut menjadi rapih, tanpa menimbulkan luka, apalagi rasa sakit. Jokowi, tidak punya  kelebihan seperti itu.



Bambang Wahyu Widayadi  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda

DHANDHANG-GULA NALISIR

Siji Gunungkidul  ing mangsa kawuri  Alas wingit 'king tebih sinawang Sato galak panunggune. Jalma nerak keplayu Asri wana caketing ati ...